Rabu, 02 Juli 2014

MEMPERKUAT PERAN STRATEGIS GURU

Sesuai dengan tema Hari Guru Nasional tahun 2011 dan HUT PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) yang ke-66, yaitu: “Meningkatkan Peran Strategis Guru untuk Membangun Karakter Bangsa”, maka penulis mencoba menganalisis tema tersebut dalam sebuah tulisan dengan judul di atas.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, Bab II Pasal 3). Banyak faktor dalam pendidikan yang dapat menunjang terhadap pencapaian fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Salah satu faktor yang sangat penting dan dominan adalah faktor guru, sang pahlawan tanpa tanda jasa. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih dan mengevaluasi peserta didik.
Peran pahlawan yang satu ini, tidak akan pernah habis-habisnya dan selalu menarik serta aktual untuk selalu dikaji, diperbincangkan, didiskusikan, bahkan diseminarkan. Apalagi dengan disahkannya Undang-Undang Nomor: 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta sejak digulirkannya program kualifikasi dan sertifikasi guru, sorotan tentang guru semakin hari semakin hangat dan ramai. Profesi yang pada zaman dahulu dicibiri dan kurang dihormati, kini malah menjadi sebuah profesi yang ‘digandrungi’, diminati, bahkan sampai ’dicemburui’. Berbondong-bondongnya orang untuk memasuki Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di sebuah perguruan tinggi, yang notabene sebagai fakultas pencetak guru, menjadi salah satu bukti nyata dan faktual semakin dibutuhkannya profesi ‘oemar bakri’ ini. Betapa tidak, berasal dari profesi gurulah muncul profesi-profesi lain. Saking bangganya terhadap profesi guru ini, maka sangat pantas seorang Mantan Mendikbud era Soeharto dulu, Daud Yusuf, pernah mengatakan bahwa di dunia ini hanya ada dua profesi, yakni guru dan non guru.
Guru sebagai komponen utama pendidikan menempati posisi yang sangat strategis, sentral, dan terhormat. Hal ini dikarenakan keluhuran dan kemuliaan peran, tugas serta tanggung jawabnya yang berkaitan dengan kepribadian anak didik. Hitam putihnya otak dan jiwa anak didik, salah satunya sangat bergantung pada guru. Keberhasilan output dan outcome pendidikan ditentukan oleh proses ‘racikan’ sosok guru. Pembelajaran yang bermutu hanya bisa diraih jika sebuah lembaga pendidikan memiliki guru-guru yang bermutu. Dengan kata lain kualitas pembelajaran akan banyak tergantung dari kualitas gurunya.
Guru bukan hanya pengajar yang tugasnya menyampaikan sejumlah materi atau mata pelajaran di depan kelas (transfer of knowledge), tetapi lebih dari itu ia sebagai pen-transfer of value (penyampai nilai-nilai). Ia adalah sosok teladan (uswah) dan idaman anak didiknya. Guru harus merupakan insan kamil yang memiliki karakter baik sebagai cerminan dari ketakwaannya kepada Allah. Guru adalah bapak rohani atau spiritual father bagi anak didiknya, yaitu memberikan santapan jiwa dengan ilmu dan karakter. Dengan ilmu dan karakter yang dimilikinya diharapkan anak didik mampu mencapai tingkat kedewasaan dan memiliki karakter yang kuat dan tangguh sehingga menjadi manusia yang kelak mampu melaksanakan tugas hidupnya sebagai khalifah di muka bumi dan sebagai hamba Allah yang beriman dan beramal saleh.
Secara teologis guru dituntut memiliki berbagai karakter yang mencerminkan sifat-sifat ketuhanan, walaupun dalam kadar dan ukuran kemampuan manusiawinya. Secara filosofis, guru memiliki kedalaman makna yang harus teraktualisasikan dalam segenap tutur kata dan perilakunya. Secara keilmuan, guru dituntut mempunyai ilmu pengetahuan yang luas dan mendalam.Adapun secara pragmatis, guru harus memiliki seperangkat keterampilan dan mesti mendapatkan penghargaan yang sepadan dengan pengabdiannya.
Kini pemerintah, melalui Kemendikbud dan Kemenag, sangat mengapresiasi pengabdian seorang guru melalui peningkatan kesejahteraan mereka. Bagi guru yang belum disertifikasi ada tambahan penghasilan tunjangan fungsional dan bagi guru yang sudah disertifikasi ada tunjangan profesi. Dengan adanya ‘penghargaan’ tersebut, saatnya bagi semua guru untuk membuktikan kepada masyarakat bahwa dengan diperolehnya tunjangan tersebut harus berbanding lurus dengan kemampuan atau kompetensi yang dimiliki. Spirit untuk mengimplementasikan empat kompetensi keguruan (pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian) terus bergelora dalam diri para guru. Dalam dirinya selalu ada motivasi untuk menjadi guru yang bermutu, bukan guru yang ‘mati’.
Sudah saatnya para guru lebih banyak mengoleksi dan membaca banyak buku di rumah. Sangat ideal dan wajar bila lebih banyak buku yang ada di rumah daripada banyaknya barang-barang yang tidak berguna dan berlebih-lebihan. Alangkah lebih bijak dan elegan jika uang hasil jerih payah sertifikasi harus dimanfaatkan untuk peningkatan kompetensinya, seperti: membeli laptop atau komputer dan belajar mengoperasikannya, memasang internet, membeli buku-buku dan media-media lain sebagai penunjang kompetensinya, tidak segan-segan dan tidak bosan-bosan untuk mengikuti berbagai pelatihan guru, dan lain-lain.
Kita tidak mengharapkan terjadinya penurunan kompetensi dan profesionalisme setelah guru tersebut disertifikasi. Guru yang disertifikasi jangan sampai kalah kedisiplinan, kinerja, kemampuan dan keterampilan mengajarnya oleh guru yang belum disertifikasi. Maka rencana adanya program Audit Kinerja Guru (AKG) dan Penilaian Kinerja Guru (PKG) yang akan digulirkan secara resmi oleh pemerintah merupakan angin segar bagi para guru. Rencana ini perlu disikapi dengan baik, bahagia dan positif, buktikan bahwa para guru siap menyongsong program tersebut. Guru tidak usah shock atau kaget. Justru dengan adanya AKG dan PKG mendorong mereka untuk lebih baik lagi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab, lebih meningkatkan kualifikasi, kompetensi, dan profesionalismenya, dan tentunya lebih tertantang untuk mempersiapkan sejak dini segala sesuatu yang berkaitan dengan audit dan penilaian itu.

0 komentar:

Posting Komentar