MAMDAPO

MA Muhammadiyah 2 Ponorogo

Kunjungan Kerjasama

Menjalin kerjasama dengan Perguruan Tinggi setempat untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

Simulasi UNBK

Simulasi UN CBT 2017 di LAB. Komputer MA Muhammadiyah 2 Ponorogo.

Gedung Madrasah

Suasana madrasah yang kondusif untuk pemebalajaran, rindang dan hijau...

Parade Drumband

Parade Drumband dalam rangka Wisuda Purnawiyata Perguruan Muhammadiyah Yanggong.

Jumat, 11 Juli 2014

Berani Bermimpi


Dikisahkan di sebuah desa miskin, ada satu sekolah dasar. Hanya sedikit muridnya, karena kebanyakan anak-anak membantu orangtuanya mencari nafkah. Hari itu, salah satu guru sedang memberi pelajaran mengarang.
“Anak-anak, tugas hari ini adalah mengarang dengan judul ‘Cita-citaku’.”

Seorang murid senang sekali dengan judul yang menantang itu. Maka dengan cepat sekali  dia menulis di bukunya tentang cita-citanya tersebut.  Murid ini mengarang, “Nanti kalau dewasa, aku ingin punya rumah besar di atas bukit dengan pemandangan yang indah, berdampingan dengan vila-vila kecil untuk tempat peristirahatan. Di sana, banyak pepohonan yang rindang. Ada taman bunga dan kebun buah.”

Setelah dibaca , sang guru menegur, “Yang kamu tulis itu bukan cita-cita, tetapi itu impian yang tidak mungkin terjadi. Maka, kamu harus menulis ulang tentang cita-citamu yang sebenarnya.”

Murid itu pun menjawab, “Bu Guru, ini adalah cita-citaku yang sebenarnya. Ini bukan mimpi. Kelak, ini bisa menjadi kenyataan.”

“Kamu jangan bermimpi. Yang masuk akal dong, kalau bikin karangan. Jika tidak kamu perbaiki, maka ibu guru akan memberi nilai jelek.”

Walaupun diancam oleh ibu guru, si murid kecil tetap ngotot tidak mau mengubah sikapnya. Akhirnya, ia mendapat nilai paling jelek di kelas.

Puluhan tahun kemudian, sang guru yang masih tetap mengajar di sekolah itu, mengajak murid-muridnya berwisata di kebun buah di atas bukit yang sangat terkenal. Ia dan murid-muridnya berdecak kagum memandangi kebun buah dan taman bunga di atas bukit itu. Apalagi di dekatnya berdiri sebuah bangunan yang berdiri megah dan sangat indah.

“Orang yang membangun rumah ini pastilah orang yang sangat hebat,” gumam sang guru. Tiba-tiba terdengar jawaban, “Bukan orang hebat, hanya seorang bocah bandel yang berani bermimpi. Tapi pasti, yang lebih hebat adalah guru yang mendidik dia. Mari Bu, ajak murid-murid yang lain masuk ke dalam rumah,” ujar pemilik rumah dengan rendah hati. Sang gurupun terhenyak dan baru tersadar siapa yang berdiri di depannya. Tidak lain adalah si murid kecil yang keras kepala, yang mendapat nilai jelek waktu itu.

Netter yang Luar Biasa,

Kalau kita mau menyadari, sebenarnya banyak sekali prestasi spektakuler dari abad sebelum Masehi sampai abad Millenium ini. Semua itu lahir dari sebuah embrio: yaitu berani mimpi!

Karena keberanian bermimpi dari Wright bersaudara maka pesawat terbang berhasil diciptakan. Karena mimpi jugalah, kita bisa menikmati kecanggihan komputer dan berkomunikasi dengan telepon tanpa kabel.

Karena impian pula, kehidupan saat ini bisa kita ubah menjadi hidup yang lebih berkecukupan dan lebih berkualitas. Tentu untuk merealisasikan setiap mimpi jadi nyata, kita membutuhkan dukungan dari kekuatan lainnya, yaitu kekuatan keberanian: berani mencoba, berani berjuang, berani gagal dan yang terakhir.. berani sukses! Selamat berjuang!
Source : Andrie Wongso

Jumat, 04 Juli 2014

PENERIMAAN SISWA BARU 2014-2015

PENERIMAAN SISWA BARU TAHUN 2014-2015

Syarat pendaftaran :
1. Mengisi formulir di standa pendaftaran
2. Menyerahkan FC Ijazah, SKHUN,    
    Kartu NISN dan Kartu Keluarga
3. Foto 3 x 4 2 lembar (Jika ada)

Pendaftaran dibuka sejak dikeluarkan pengumuman ini samapi dengan tanggal 10 Juli 2014 Jam Kerja

CP :
Ustadz Hamid Sulaiman, S.Pd, M.Si
085735222670
Ustadz Muhadi, S.Pd.I
085856899180

Rabu, 02 Juli 2014

Jadikan Islam Sebagai Kebanggaan Hidup

“SETIAP anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kedua orang tuanya-lah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani dan Majusi,” demikian kutip sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim
 
Fitrah Allah  maksudnya ciptaan Allah. Sebab manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar. Mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan sosial. Jadi gharizah tadayyun adalah permanen, kecenderungan kepada kekafiran adalah susulan.
 
Batasan agama yang lurus menurut arahan Allah SWT dan Rasulullah SAW diatas  menggunakan terma fitrah, sedangkan agama yang lain menggunakan istilah Yahudi, Nasrani dan Majusi. Maka, makna fitrah yang benar adalah Islam itu sendiri. Agama yang melekat dalam diri manusia sejak di alam rahim ibu.
 
Al-Quran mengatakan, “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus (dinul qayyim), tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar Rum (30) : 3).
 
Sebelum menjadi janin, manusia sudah bersyahadat di hadapan Allah SWT. Ketika lahir diingatkan ulang kalimat tersebut di telinga kanan dengan suara adzan dan di telinga kiri dengan suara iqamat. Agar dalam kehidupan yang penuh ujian nanti, tidak sampai tergoda/tergelincir/terperosok ke dalam jurang kehancuran (darul bawar), dan meninggalkan Islam. Baik, diuji dengan jabatan, kekayaan dan ilmu.
 
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi”. (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” (QS. Al Araf (7) : 172).
 
Berpaling dari Islam adalah menyiksa dirinya sendiri. Karena ia melempar dimensi spiritual di dalam dirinya. Maka kehidupan manusia akan mengalami kehampaan (krisis makna). Apa yang diburu dan dimilikinya tidak menambah kebaikan dirinya, keluarganya dan lingkungan sosialnya (tidak barakah).
 
Jadi, karunia yang paling mahal dalam kehidupan ini adalah lazzatur ruh (keezatan spiritual), lazzatul Iman wal Islam (kenikmatan beriman dan berislam). Sekalipun kita menggenggam kekayaan dunia tujuh turunan, kekuasaan yang tanpa pensiun, ilmu yang tinggi (sundhul langit, Bhs Jawa), kehidupan yang memiliki pengaruh yang besar, popularitas, tetapi tidak ditemani oleh Islam akan membuat kita kecewa seumur hidup. Sedangkan, sekalipun kita tinggal di gubug reot, di balik jeruji, di rumah kontrakan, kehidupan pas-pasan, jika islam bersama kita, justru disitulah rahasia kemuliaan, dan kebahagiaan kita.
 
Berbeda dengan dunya (sesuatu yang dekat), mata’ (kepuasaan sesaat), nikmat dinul Islam hanya diberikan kepada hamba yang dicintai-Nya. Itulah sebabnya banyak sekali orang yang menyatakan dirinya secara formal memeluk Islam, tetapi dalam realitas kehidupannya ada yang merasa tidak nyaman dengan atribut keislaman. Bahkan Islam yang indah dan mulia tersebut disalahpahami. Dahulu Islam ditambah-tambah. Kemudian Islam dikurangi. Islam tanpa jihad, Islam tanpa hudud. Sekarang ini Islam diberi embel-embel lain. Islam radikal, Islam moderat dll. Islam masih dipandang belum sempurna. Sehingga memerlukan pengurangan dan penambahan, sehingga dia tidak merasa at home untuk memakainya.
 
Islam sebagai Dinullah
 
Nama Muslim bukanlah nama yang diberikan oleh orangtua kita, bukan pula warisan nama yang diberikan oleh nenek moyang kita, bukan pula nama yang dibuat oleh Rasulullah SAW. Yang memberi nama seseorang sebagai Muslim adalah Allah SWT sendiri.

Allah SWT memberi standar (ukuran), criteria (sifat) , status (posisi) orang tertentu yang memenuhi kelayakan sebagai Muslim. Tentu, Muslim disini adalah Muslim hakiki, lahir dan batin, hissiyyan wa ma’nawiyyan (penampakan lahiriyah dan batiniyah).
 
Jadi, Muslim adalah sebuah nama yang agung, yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Mulia. Sejak sebelum Rasulullah SAW diutus di muka bumi ini.
 
“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu [kitab-kitab yang diturunkan sebelum Rasulullah SAW], dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, Maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, Maka Dialah Sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik penolong.” (QS. Al Hajj (22) : 78).
 
Dahulu para sahabat sangat bangga menjadi Muslim. Mereka mengatakan, ”Ayahku adalah Islam. Tiada lagi selain Islam. Apabila orang bangga dengan suku, bangsa, kelompok, marga, perkumpulan, paham mereka, tapi aku bangga nasabku adalah Islam. Suatu ketika Salman Al-Farisi radhiyallahu anhu ditanya, ”Keturunan siapa Kamu ?” Salman yang membanggakan keislamannya, tidak mengatakan dirinya keturunan Persia, tapi ia mengatakan dengan lantang, ”Saya putera Islam.” inilah sebabnya Rasulullah saw mendeklarasikan bahwa, ”Salman adalah bagian dari keluarga kami –ahlul bait-, bagian dari keluarga Muhammad saw.”
 
Islam sebagai Dinul Insaniyyah
 
Jika merujuk nama manusia menggunakan istilah ‘Al-Insan’ mengandung pengertian yang mendalam. Dari kalimat tersebut melahirkan makna turunan ‘al-Uns’ (harmonis). Ini menunjukkan sesungguhnya sifat dasar manusia mudah untuk menjalin komunikasi dengan yang lain (makhluqun madani), meminjam istilah Ibnu Khaldun. Sesungguhnya inti dinul Islam adalah pandai bergaul (ad-Dinu huwal mua’amalah). Indikator kecintaan Allah SWT kepada hamba-Nya adalah hamba tersebut dicintai orang-orang terdekatnya.
 
Jika terhadap komunitas terdekat tidak memiliki jiwa besar. Mustahil bisa berinteraksi dengan lingkungan social yang lebih luas. Lingkungan terdekat secara minimal terdiri dari 160 KK. Empat puluh KK arah depan. Empat puluh KK arah belakang. Empat puluh KK arah kiri. Dan empat puluh KK arah kanan.
 
Karena fitrah manusia itu senang kepada perbuatan yang dikenali hati (al-Ma’ruf). Senang kepada kejujuran, keadilan, keberanian dalam membela kebenaran, dermawan. Dan tidak senang kepada sesuatu yang diingkari hati (al-Mungkar). Misalnya, kebohongan, ketidak jujuran, kelemahan, kikir, egois, mau benar sendiri sekalipun tidak benar.
 
Jika dalam kehidupan manusia memarginalkan dimensi naluri kepada sifat-sifat kemanusiaan ini, maka manusia akan menjadi srigala bagi yang lain. Ia menjadi keras hati, tertutup.Ada sebuah pameo “ Hari ini makan apa, besok dan lusa makan siapa”.
 
Islam sebagai Manhajul Hayah
 
Dalam tata bahasa Arab, Muslim adalah isim fa’il (pelaku) yang berasal dari kata – aslama-yuslimu-islaman – yang bermakna berserah diri. Dari akar kata aslama melahirkan kata turunan (derivat) – at-Taslim (berserah diri), as-Silmu (damai), salima minal mustaqdzirat (steril dari motivasi yang kotor), as Salamu (kesejahteraan), as-Salamah (keselamatan lingkungan). Dari turunan terma Al-Islam telah tergambar sistem kehidupan secara utuh. Yaitu sistem aqidah dan ibadah, sistem sosial, sistem akhlak, sistem ekonomi, sistem penyelamatan lingkungan,
 
Manhajul hayah artinya menjadikan  Islam (al-Quran) sebagai panduan aturan kehidupan manusia. Jadi seorang Muslim adalah orang yang telah menyerahkan jiwa dan raganya, pikiran, hati dan perilakunya untuk mengabdikan diri sepenuhnya kepada Allah SWT. Dan ia yakin dengan cara demikian ia akan merasakan kehidupan yang damai, bisa berbuat dengan tulus, makmur, sejahtera, bisa menyelamatkan lingkungan social dari berbagai bencana.
 
Seorang Muslim menjalankan segala aspek kehidupannya dengan merujuk referensi Islam. Dalam skala kehidupan individu, keluarga, masyarakat, bangsa. Sejak kelahirannya (fiqh aqiqah) hingga kematiannya (fiqh janazah). Menyangkut system ideology, politik, social budaya, pendidikan, ekonomi, pertahanan kemanan dll.
 
Islam sebagai Dinul Kaun
 
Sudah kita maklumi, segala sesuatu yang ada di alam semesta ini tunduk kepada suatu peraturan tertentu dan menginduk kepada undang-undang tertentu. Matahari, bulan dan bintang-bintang semuanya patuh kepada suatu peraturan yang permanen (tetap), tidak dapat bergeser atau menyeleweng darinya sedikitpun meskipun seujung rambut (hukum alam).
 
Bumi berputar mengelilingi sumbunya. Ia tidak dapat beranjak dari masa, gerak dan jalan yang telah ditetapkan baginya. Air,  udara, cahaya dan panas semuanya tunduk kepada suatu sistem yang khas (unik). Benda-benda yang tidak bernyawa, tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang tunduk kepada sesuatu ketentuan yang pasti, tidak lahir dan tidak mati kecuali menurut ketentuan itu.
 
Demikian pula setiap fase kehidupannya, secara sistematis tunduk kepada pemilik dan pencipta kehidupan. Sejak fase kehidupannya di rahim ibu (berupa janin), ia hidup dengan tenang. Ia dilindungi oleh-Nya dari gangguan suara, panas dan dingin. Kemudian menjadi bayi (shobi), ia diajari oleh Allah menangis ketika dalam keadaan lapar. Kemudian menuju masa kecil (thifl). Ia diajari oleh Allah SWT berbicara, merangkak, berjalan dan berlari. Lalu menuju masa ABG (murahiq). Kemudian melawati masa dewasa (kuhulah). Dan melewati masa syaikh (umur 40 keatas). Dua kelemahan yang melekat pada diri anak Adam adalah masa kecil dan masa tua. Semua fase kehidupan diatas tunduk pada ketentuan Allah SWT. Siapapun tidak bisa menolaknya. Sekalipun mulutnya mengatakan bahwa dirinya Yahudi, Nasrani dan Majusi. Jika manusia bisa memilih, tentu ia ingin tidak melewati masa kecil dan masa tua. Karena masa kecil merepotkan orang tuanya. Dan masa tua merepotkan anak-anaknya.
 
Islam sebagau Dinul Hadharah
 
Islam yang diturunkan sebagai din, sebenarnya telah memiliki konsep seminalnya (ilmiah) yang spesifik (unik) sebagai peradaban (kemajuan hidup secara lahir dan batin). Sebab kata din (dal-yak-nun) itu sendiri telah mengandung keragaman makna, ketundukan, keberhutangan manusia kepada Tuhan, struktur kekuasaan, susunan hukum, dan kecenderungan manusia untuk membentuk masyarakat yang mentaati hukum dan mencari pemerintah yang adil. Memiliki makna pula, kecenderungan manusia secara fitrah kembali kepada Perjanjian Pertama Dengan Allah SWT ketika di alam rahim ibu.
 
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِن بَنِي آدَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنفُسِهِمْ أَلَسْتَ بِرَبِّكُمْ قَالُواْ بَلَى شَهِدْنَا أَن تَقُولُواْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
 
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lalai terhadap ini (keesaan Tuhan).” (QS. Al-A’raf (7) : 172).
 
Dari din muncul berbagai derivasi (kata turunan), daana (berhutang), da’in (pemberi hutang), dayn (kewajiban), dayunah (hukuman/pengadilan), idanah (keyakinan). Artinya dalam istilah din itu tersirat sistem kehidupan yang utuh. Dinul Islam berarti pola kehidupan yang dibingkai oleh spirit Islam. Paham, perilaku dan kultur kehidupan yang diserap dari nilai-nilai ilahiyah (ketuhanan).
 
Karena itulah, pada pesan terakhir Allah pada Nabi Muhammad, menyatakan bahwa Islam sebagai agama (din) yang telah sempurnya.
 
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah (5) : 3).
 
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوْتُواْ الْكِتَابَ إِلاَّ مِن بَعْدِ مَا جَاءهُمُ الْعِلْمُ بَغْياً بَيْنَهُمْ وَمَن يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللّهِ فَإِنَّ اللّهِ سَرِيعُ الْحِسَابِ
 
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab [yang diturunkan sebelum Al Quran] kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka, barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.” (QS. Ali Imran (3) : 19).
 
Mudah-mudahan, kita dan keluarga kita semakin istiqomah untuk berislam dan bangga kepada pada agama Islam. Sebagaimana Allah telah mengatakan keridhoannaya pada agama ini.

MEMPERKUAT PERAN STRATEGIS GURU

Sesuai dengan tema Hari Guru Nasional tahun 2011 dan HUT PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) yang ke-66, yaitu: “Meningkatkan Peran Strategis Guru untuk Membangun Karakter Bangsa”, maka penulis mencoba menganalisis tema tersebut dalam sebuah tulisan dengan judul di atas.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, Bab II Pasal 3). Banyak faktor dalam pendidikan yang dapat menunjang terhadap pencapaian fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Salah satu faktor yang sangat penting dan dominan adalah faktor guru, sang pahlawan tanpa tanda jasa. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih dan mengevaluasi peserta didik.
Peran pahlawan yang satu ini, tidak akan pernah habis-habisnya dan selalu menarik serta aktual untuk selalu dikaji, diperbincangkan, didiskusikan, bahkan diseminarkan. Apalagi dengan disahkannya Undang-Undang Nomor: 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta sejak digulirkannya program kualifikasi dan sertifikasi guru, sorotan tentang guru semakin hari semakin hangat dan ramai. Profesi yang pada zaman dahulu dicibiri dan kurang dihormati, kini malah menjadi sebuah profesi yang ‘digandrungi’, diminati, bahkan sampai ’dicemburui’. Berbondong-bondongnya orang untuk memasuki Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di sebuah perguruan tinggi, yang notabene sebagai fakultas pencetak guru, menjadi salah satu bukti nyata dan faktual semakin dibutuhkannya profesi ‘oemar bakri’ ini. Betapa tidak, berasal dari profesi gurulah muncul profesi-profesi lain. Saking bangganya terhadap profesi guru ini, maka sangat pantas seorang Mantan Mendikbud era Soeharto dulu, Daud Yusuf, pernah mengatakan bahwa di dunia ini hanya ada dua profesi, yakni guru dan non guru.
Guru sebagai komponen utama pendidikan menempati posisi yang sangat strategis, sentral, dan terhormat. Hal ini dikarenakan keluhuran dan kemuliaan peran, tugas serta tanggung jawabnya yang berkaitan dengan kepribadian anak didik. Hitam putihnya otak dan jiwa anak didik, salah satunya sangat bergantung pada guru. Keberhasilan output dan outcome pendidikan ditentukan oleh proses ‘racikan’ sosok guru. Pembelajaran yang bermutu hanya bisa diraih jika sebuah lembaga pendidikan memiliki guru-guru yang bermutu. Dengan kata lain kualitas pembelajaran akan banyak tergantung dari kualitas gurunya.
Guru bukan hanya pengajar yang tugasnya menyampaikan sejumlah materi atau mata pelajaran di depan kelas (transfer of knowledge), tetapi lebih dari itu ia sebagai pen-transfer of value (penyampai nilai-nilai). Ia adalah sosok teladan (uswah) dan idaman anak didiknya. Guru harus merupakan insan kamil yang memiliki karakter baik sebagai cerminan dari ketakwaannya kepada Allah. Guru adalah bapak rohani atau spiritual father bagi anak didiknya, yaitu memberikan santapan jiwa dengan ilmu dan karakter. Dengan ilmu dan karakter yang dimilikinya diharapkan anak didik mampu mencapai tingkat kedewasaan dan memiliki karakter yang kuat dan tangguh sehingga menjadi manusia yang kelak mampu melaksanakan tugas hidupnya sebagai khalifah di muka bumi dan sebagai hamba Allah yang beriman dan beramal saleh.
Secara teologis guru dituntut memiliki berbagai karakter yang mencerminkan sifat-sifat ketuhanan, walaupun dalam kadar dan ukuran kemampuan manusiawinya. Secara filosofis, guru memiliki kedalaman makna yang harus teraktualisasikan dalam segenap tutur kata dan perilakunya. Secara keilmuan, guru dituntut mempunyai ilmu pengetahuan yang luas dan mendalam.Adapun secara pragmatis, guru harus memiliki seperangkat keterampilan dan mesti mendapatkan penghargaan yang sepadan dengan pengabdiannya.
Kini pemerintah, melalui Kemendikbud dan Kemenag, sangat mengapresiasi pengabdian seorang guru melalui peningkatan kesejahteraan mereka. Bagi guru yang belum disertifikasi ada tambahan penghasilan tunjangan fungsional dan bagi guru yang sudah disertifikasi ada tunjangan profesi. Dengan adanya ‘penghargaan’ tersebut, saatnya bagi semua guru untuk membuktikan kepada masyarakat bahwa dengan diperolehnya tunjangan tersebut harus berbanding lurus dengan kemampuan atau kompetensi yang dimiliki. Spirit untuk mengimplementasikan empat kompetensi keguruan (pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian) terus bergelora dalam diri para guru. Dalam dirinya selalu ada motivasi untuk menjadi guru yang bermutu, bukan guru yang ‘mati’.
Sudah saatnya para guru lebih banyak mengoleksi dan membaca banyak buku di rumah. Sangat ideal dan wajar bila lebih banyak buku yang ada di rumah daripada banyaknya barang-barang yang tidak berguna dan berlebih-lebihan. Alangkah lebih bijak dan elegan jika uang hasil jerih payah sertifikasi harus dimanfaatkan untuk peningkatan kompetensinya, seperti: membeli laptop atau komputer dan belajar mengoperasikannya, memasang internet, membeli buku-buku dan media-media lain sebagai penunjang kompetensinya, tidak segan-segan dan tidak bosan-bosan untuk mengikuti berbagai pelatihan guru, dan lain-lain.
Kita tidak mengharapkan terjadinya penurunan kompetensi dan profesionalisme setelah guru tersebut disertifikasi. Guru yang disertifikasi jangan sampai kalah kedisiplinan, kinerja, kemampuan dan keterampilan mengajarnya oleh guru yang belum disertifikasi. Maka rencana adanya program Audit Kinerja Guru (AKG) dan Penilaian Kinerja Guru (PKG) yang akan digulirkan secara resmi oleh pemerintah merupakan angin segar bagi para guru. Rencana ini perlu disikapi dengan baik, bahagia dan positif, buktikan bahwa para guru siap menyongsong program tersebut. Guru tidak usah shock atau kaget. Justru dengan adanya AKG dan PKG mendorong mereka untuk lebih baik lagi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab, lebih meningkatkan kualifikasi, kompetensi, dan profesionalismenya, dan tentunya lebih tertantang untuk mempersiapkan sejak dini segala sesuatu yang berkaitan dengan audit dan penilaian itu.

MENJADI GURU KREATIF

Seiring dengan semakin meningkatnya perhatian pemerintah terhadap profesi guru, terlebih lagi dengan adanya program sertifikasi guru, maka perbincangan tentang guru tidak akan pernah berhenti dan selalu menarik serta aktual. Zaman dahulu profesi ini seakan-akan dicibiri, namun kini justru berubah 180 derajat, profesi ‘oemar bakri’ ini justru semakin diminati dan ‘dicemburui’. Hampir setiap hari di  media massa kita dapat membaca good news, best news, atau bad news tentang profesi yang satu ini, baik yang berhubungan dengan sertifikasi guru, pengangkatan guru honorer, penilaian terhadap guru bersertifikat, maupun berita tentang kasus-kasus yang menimpa guru.
Dengan meningkatnya status profesi guru, maka berimplikasi pada pembuktian bagi semua guru untuk menunjukkan pada masyarakat bahwa mereka betul-betul bisa menampilkan sosok guru yang profesional dan berkompeten. Guru yang menjadi idaman, teladan sekaligus panutan para peserta didik. Satu diantara sekian banyak tuntutan yang harus dibuktikan oleh guru adalah kreatifitasnya dalam mengajar.
C.P. Chaplin dalam buku Kamus Lengkap Psikologi (1999: 117) menyatakan bahwa kreatif artinya penggunaan atau upaya memfungsikan kemampuan mental produktif dalam menyelesaikan atau memecahkan masalah, atau upaya pengembangan bentuk-bentuk artistik dan mekanis, biasanya dengan maksud agar orang mampu menggunakan informasi yang tidak berasal dari pengalaman atau proses belajar secara langsung, akan tetapi berasal dari perluasan konseptual dari sumber-sumber informasi tadi. Pengertian ini mengandung makna bahwa kreatif berkaitan erat dengan pengembangan dan perluasan dari asal atau bentuknya yang asli.
Dengan demikian guru kreatif adalah guru yang selalu berusaha untuk mengembangkan dan memperluas proses pembelajaran yang selama ini dianggap statis dan baku. Guru kreatif adalah guru yang anti kemapanan, ia punya ide-ide cerdas dan brilian dalam meningkatkan mutu pendidikan, memiliki keingintahuan yang besar dalam mencoba, menemukan dan meneliti sesuatu yang dapat mendongkrak kualitas pembelajarannya.
Guru kreatif ibarat air yang mengalir. Bila di suatu tempat dibendung atau dihambat supaya tidak jalan, air itu akan berbulak-belok ke arah lain untuk mencari celah-celah sehingga bisa dilalui. Seberat apapun permasalahan yang ada dalam dunia pendidikan, bagi guru kreatif selalu berusaha mencari berbagai alternatif atau solusi pemecahan masalahnya. Apabila solusi yang satu mentok, maka dicari solusi yang lain, begitulah seterusnya, sehingga permasalahan tersebut bisa diatasi dengan baik dan tuntas.
Guru kreatif tidak terbawa oleh irama guru lain yang stagnan. Guru kreatif tertarik akan sesuatu yang baru dan bersifat positif. Bila guru lain hanya mengajar dengan satu metode dan atau satu media, maka guru kreatif menggunakan multi/variasi metode dan atau multi/variasi media. Guru kreatif bukanlah guru yang datang ke sekolah menyampaikan materi pelajaran saja. Ia tidak peduli apakah materi itu dipahami oleh peserta didik atau tidak, yang penting baginya adalah transfer of knowledge, sementara transfer of value-nya diabaikan. Guru kreatif bukanlah guru yang selesai mengajar diteruskan dengan ngerumpi atau ngobrol-ngobrol tak karuan sambil balakecrakan makan-makan di kantin sekolah atau di kantor. Yang diobrolkan oleh para guru kreatif adalah perbincangan atau tema yang aktual dan up to date yang menjurus pada bagaimana mutu pendidikan ini bisa ditingkatkan pencapaian keberhasilannya. Guru yang selalu berdiskusi dengan teman-temannya membicarakan bagaimana cara meningkatkan kompetensi keguruannya (kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial).    
Guru kreatif jarang mengeluh atau tidak pernah berkeluh kesah tentang kehidupan pribadi dan keluarganya di depan kelas, justru mereka seringnya memuaskan hati anak didiknya dengan tetap tampil fresh, menarik, menyenangkan, dan selalu punya spirit untuk memberi bukan meminta. Pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh guru kreatif adalah pendekatan student centered (terpusat pada peserta didik), bukan teacher centered (terpusat pada guru). Ia senantiasa memberi kesempatan seluas-luasnya pada peserta didik untuk mengembangkan potensinya. Guru kreatif memberi kemudahan atau fasilitas pada anak didiknya untuk berkreatifitas. Guru kreatif membuat peserta didik menjadi kreatif. Peserta didik menjadi kreatif salah satunya karena terdorong oleh pengamatan mereka yang melihat gurunya kreatif.
Guru kreatif punya dinamika (dinamis), senang akan perubahan dan selalu terpacu untuk berubah. Firman Allah SWT dalam Surat Ar-Ra’du ayat 11 (…Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaanyang ada pada diri mereka sendiri…) senantiasa menjadi motivasi untuk merubah diri. Dirinya mempunyai sebuah prinsip: “Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini”.
Guru kreatif senang membaca ‘tanda-tanda zaman’ dan senantiasa mencermati laju perkembangan zaman. Buku, majalah, koran, dan televisi menjadi ‘makanan’ sehari-harinya. Tentunya media-media tersebut penggunaan dan pemanfaatannya dilakukan secara selektif, tidak taken all tanpa pemilahan. Guru kreatif tidak terbawa oleh efek negatif dari pesatnya perkembangan IPTEK. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang positif diresponnya dengan melakukan sesuatu yang positif pula. Ia melek teknologi (Metek), tidak gagap teknologi (Gaptek). Adanya internet dijadikan sarana oleh dirinya untuk memperluas wawasan, sebagai sumber pengayaan referensi, sehingga guru kreatif mempunyai ilmu pengetahuan yang luas dan sikap yang luwes (fleksibel).
Akhirnya, guru kreatif adalah guru yang berlomba-lomba dalam kebaikan (ber-fastabiqul khairaat), bukan guru yang berlomba-lomba dalam kemungkaran (ber-fastabiqul munkaraat). Semoga kita, khususnya para guru, termotivasi untuk menjadi guru kreatif. Meskipun sudah menjadi guru kreatif, tetaplah kita rendah hati (tawadhu) dan selalu ingin berbagi (sharing), menularkan dan mendakwahkan ilmu serta pengalamannya kepada orang lain sehingga termasuk manusia yang menurut sabda Rasul SAW: “Khairun Naasi Anfa’uhum Linnaasi”. Sebaik-baiknya manusia adalah orang yang bermanfaat bagi orang lain. Amin. 
 

Nasehat Kepada Pemimpin

Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati Allah dan RasulNya dan (janganlah) kamu mengkhianati amanah yang telah diberikan kepada kamu ( QS.Anfal:27)

Khalifah Umar bin Khattab berkata bahwa pemimpin dan penguasa itu ada empat katagori : (1) Penimpin dan pegawai yang mampu menguasai hawa nafsu. Mereka ini termasuk mujahid di jalan Allah, dan Allah akan selalu memberkati kerja dan usaha mereka. (2) Pemimpin yang baik tapi lemah, sehingga kelemahan tersebut memberikan kesempatan kepada pegawainya untuk berbuat yang tidak baik. Pemimpin seperti ini bagaikan berada di tepi jurang kehancuran kecuali jika Allah menolongnya. (3) Pemimpin yang tidak baik tetapi pegawainya berprilaku baik. Pemimpin seperti ini berada di neraka Huthamah, sebab dia telah mencelakakan dirinya sendiri.(4) Pemimpin dan seluruh pegawainya tidak baik, maka semuanya akan hancur binasa.

Oleh Sebab itu , Rasulullah mengingatkan umatnya bahwa pemimpin yang paling berbahaya bukanlah karena factor iman atau kafir dalam agamanya tetapi karena pengkhianatan dan kemunafikan yang dilakukan olehnya, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis : “ Aku tidak takut atas umatku dari orang mukmin atau orang kafir, karena yang beriman akan ditegur oleh imannya, dan yang kafir akan diingatkan oleh kekufurannya. Tetapi yang aku khawatirkan adalah orang munafik yang pandai memutar lidah, dia mengatakan apa yang kamu ketahui tetapi dia melaksanakan apa yang kamu benci “. ( Hadis riwayat Thabrani ).

Untuk menghindari rusaknya pemimpin, maka masyarakat mempunyai hak untuk menasehati pemimpin tersebut, sebagaimana dinyatakan dalam hadis : “ Sesungguhnya Allah rela kepada kamu dalam tiga perkara, pertama kamu menyembahNya dan tidak menyekutukanNya, kedua kamu berpegang teguh kepada agama Allah seluruhnya dan tidak berpecah belah, dan ketiga kamu menasehati orang yang dilantik oleh Allah untuk memimpin urusan kamu “ ( riwayat Muslim ).

Kewajiban masyarakat untuk menashati pemimpin dinyatakan oleh Imam Al Qurtuby  : “ Pemimpin itu apabila diangkat dan kemudian melakukan perbuatan fasik yang nyata ( seperti melanggar perintah Allah, melakukan tindakan diluar hukum, melakukan kedzaliman, tidak dapat melaksanakan amanah pekerjaannya dengan baik ) maka pemimpin itu perlu dijatuhkan. Pemimpin dipilih adalah untuk menegakkan hukum Allah, membela kebenaran dan keadilan, dan melaksankan segala urusan pemerintahan, maka jika hal itu tidak dapat dilakukannya maka tidak adalah arti  kepemimpinan bagi dirinya “.

Kedzaliman adalah lawan daripada keadilan. Orang yang berbuat dzalim adalah orang yang telah melanggar nilai-nilai keadilan. Sedangkan kemaksiatan adalah melakukan segala sesiatu yang bertentangan dengan hukum dan perintah Allah. Melakukan penyalahgunaan kekuasaan adalah kedzaliman. Melakukan Korupsi, nepotisme, kronisme adalah kedzaliman. Tidak melaksanakan amanat yang diberikan oleh rakyat kepadanya juga merupakan suatu kedzaliman. Tetapi kedzaliman dan kemaksiatan seorang pemimpin tersebut harus merupakan suatu fakta yang jelas dan bukan merupakan sangkaan atau gossip semata. Jika telah jelas melakukan pelanggran hukum, dan kedzaliman maka masyarakat perlu bersikap. Itulah sebabnya dalam hadis disebutkan : “ Barangsiapa diantara kamu melihat suatu kemungkaran, maka hendaklah ia mencegahnya dengan tangannya jika dia mampu untuk melakukan itu, apabila dia tidak mampu mencegah dengan tangannya, maka hendaklah dia mencegahnya dengan lidahnya, dan apabila tidak mampu juga, maka hendaklah dia mencegahnya dengan hati, dan tindakan yang terakhir ini merupakan selemah-lemah iman “. Hadis ini menyuruh setiap muslim harus mempunyai sikap dalam menghadapi kedzaliman dan kemungkaran, paling tidak mencegahnya dengan hati, bukan mendukungnya, apalagi jika kedzaliman itultelah nyata dan terbukti.

 Imam Ibnu Hazm menjelaskan hadis ini berkata: “ Menyuruh kepada kebaikan dan mencegah daripada kemungkaran adalah kewajiban setiap muslim. Jika dia memiliki kekuasaan dan kemampuan, maka hendaklah melakukannya dengan tangannya ( kekuasaan,  dan wewenang ) yang ada pada dirinya. Jika tidak mampu dengan tangannya, maka hendaklah dia mencegah dengan lisannya. Jika tidak mampu juga , maka hendaklah dia mencegah, dengan hatinya, yaitu  tidak menyetujui kemungkaran dan kedzaliman itu, dan tindakan yang terakhir ini merupakan sikap yang diambil oleh manusia yang mempunyai iman terendah. Kalau mencegah dengan hati juga tidak dapat dilakukannya, maka berarti orang itu sudah tidak memiliki iman.” Bagaimana lagi dengan orang yang mendukung kedzaliman atau pemimpin yang sudah jelas berbuat dzalim ..? Itulah sebabnya sejarah telah mencatat bahwa tatkala tatkala Umar binKhattab berpidato diatas mimbar : Wahai kaum muslimin sekalian..bagaimanakah pendapatmu jika aku dalam tindakanku nanti ada yang agak condong kepada kehidupan dunia ( sambil berkata Umar menggerakkan kepalanya  agak miring sedikit ). Salah seorang pendengar langsung berdiri : “ Wahai Umar, jika itu yang engkau lakukan, maka kami akan meluruskanmu dengan pedang ini “. Melihat itu Umar bin Khattab berkata ; Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan diantararakyatku orang yang berani meluruskanku jika aku melakukan kesalahan “.

Dalam riwayat disebutkan bahwa setiap hari Abubakar berkata kepada rakyatnya : wahai kaum muslimin, aku ingin mengembalikan jabatan ini kepadamu sekalian, maka pilihlah orang yang lebih pantas daripadaku “. Tetapi setiap kali mendengar kata-kata itu, Ali bin Abi thalib menjawab : “ Kami tidak akan menarik balik pilihan jabatan khalifah daripadamu dan juga tidak pernah meminta kamu untuk memngembalikan jabatan tersebut karena sesungguhnya rasulullah telah melebihkan kamu dianatara kami semua, maka mana mungkin kami dapat melucut jabatan kamu tersebut.? Beginilah pribadi seorang pemimpin dalam islam, yaitu pribadi pemimpin yang siap untuk menyerahkan jabatan dan kekuasaannya kepada rakyat kapan saja jika memang rakyat telah melihat bahwa dia sudah tidak layak lagi untuk menjadi pemimpin

Jika seandainya masyarakat melihat seorang pemimpin sudah melakukan kesalahan dan membiarkan kesalahan itu terus berlangsung di depan matanya, maka masyarakat itupun akan bertanggungjawab di depan Allah taala. Rasulullah saw bersabda  : “ Akan datang penguasa yang dzalim dan fasiq, maka barangsiapa yang percaya akan kebohongannya, maka orang yang percaya itu bukan dari golonganku ( umat Muhammad ) dan aku bukan dari golongannya, dan dia tidak akan masuk ke dalam surga “ ( Hadis riawayat Tirmidzi ). Dalam sebuah hadis lain disebutkan : “ Akan datang sesudahku, pemimpin-pemimpin yang berdusta dan dzalim. Maka barangsiapa yang membenarkan mereka dengan kedustaannya dan menolong mereka diatas kedzalimannya, maka mereka itu tidaklah termasuk golonganku dan aku terlepas daripada mereka, serta mereka itu tidak akan dapat menghampiri kolamku nanti di hari akhirat “ ( Hadis riwayat Tirmidzi ) .

Seorang pemimpin tidak boleh menipu rakyat atau mempergunakan rakyat untuk kepentingannya sendiri, apalagi memakai politik uang untuk mempertahankan kedudukannya.  Semoga pemimpin hari ini  masih selalu ingat dengan hadis dari Rasululah yang artinya : “ Jika seorang hamba diberi Allah kekuasaan untuk memimpin rakyatnya tetapi dia melakukan penipuan terhadap rakyat yang dipimpinnya, maka nanti setelah meningal dunia ma ka Allah akan mengharamkannya masuk ke dalam surga “ ( hadis Muttafaqun alaihi ). Dalam hadis disebutkan : “ Siapa yang menjadi pemimpin walaupun terhadap tiga orang maka dia akan diikat tangannya untuk diminta tanggung jawab, jika dia adil maka ikatan itu akan dibuka, tetapi jika dia tidak adil, maka ikatan itu ynag akan menariknya ke  dalam neraka “ ( hadis sahih riwayat oleh Ibnu Hiban ).Fa'tabiru Ya Ulil alil albab
 

Pesan, Nasihat dan Wasiat Kyai Haji Ahmad Dahlan

KH. Ahmad Dahlan adalah Pendiri Organisasi Muhammadiyah dan Hizbul Wathan. Selain tokoh masyarakat beliau adalah tokoh nasional. Atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa Indonesia melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. Kisah hidup dan perjuangan Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadyah diangkat ke layar lebar dengan judul Sang Pencerah. Tidak hanya menceritakan tentang sejarah kisah Ahmad Dahlan, film ini juga bercerita tentang perjuangan dan semangat patriotisme anak muda dalam merepresentasikan pemikiran-pemikirannya yang dianggap bertentangan dengan pemahaman agama dan budaya pada masa itu, dengan latar belakang suasana Kebangkitan Nasional. Berikut adalah beberapa Pesan, Nasehat dan Wasiat KH. Ahmad Dahlan :

Tulisan di Papan Tulis Dekat Tempat Tidur KH. Ahmad Dahlan

Tulisan ditulis dengan berbahasa arab yang artinya:

"Hai Dahlan, sungguh di depanmu pasti kau lihat perkara yang lebih besar dan mematikan, mungkin engkau selamat atau sebaliknya akan tewas.
Hai Dahlan, bayangkan kau sedang berada di dunia ini sedirian beserta Allah dan dimukamu ada kematian, pengadilan amal, surga, dan neraka. Coba kau piker, mana yang paling mendekati dirimu selain kematian. Mereka yang menyukai dunia bisa memperoleh dunia walaupun tanpa sekolah. Sementara yang sekolah dengan sungguh-sungguh karena mencintai akhirat ternyata tidak pernah naik kelas. Gambaran ini melukiskan orang-orang yang celaka di dunia dan akhirat sebagai akibat dari tidak bisa mengekang hawa-nafsunya. Apakah kau tidak bisa melihat orang-orang yang mempertuhankan hawa nafsu?"

KH. Ahmad Dahlan : Semangat Ber-Muhammadiyah

KH. Ahmad Dahlan Berkata:
"Mengapa engkau begitu bersemangat saat mendirikan rumahmu agar cepat selesai, sedangkan gedung untuk keperluan persyarikatan Muhammadiyah tidak engkau perhatikan dan tidak segera diselesaikan?"

Nasehat KH. Ahmad Dahlan : Kewajiban Setiap Manusia

"Aku ini sudah tua, berusia lanjut, kekuatanku pun sudah sangat terbatas. Tapi, aku tetap memaksakan diri memenuhi kewajibanku beramal, bekerja, dan berjuang untuk menegakkan dan menjunjung tinggi perintah tuhan. Aku sangat yakin seyakin-yakinnya bahwa memperbaiki urusan yang terlanjur salah dan disalahgunakan atau diselewengkan adalah merupakan kewajiban setiap manusia, terutama kewajiban umat Islam."

KH. Ahmad Dahlan : Muhammadiyah Untuk Semua

"Menjaga dan memelihara Muhammadiyah bukanlah suatu perkara yang mudah. Karena itu aku senantiasa berdoa setiap saat hingga saat-saat terakhir aku akan menghadap kepada Illahi Rabbi. Aku juga berdoa berkat dan keridlaan serta limpahan rahmat karunia Illahi agar Muhammadiyah tetap maju dan bisa memberikan manfaat bagi seluruh ummat manusia sepanjang sejarah dari zaman ke zaman."

KH. Ahmad Dahlan : Teruslah Menuntut Ilmu Pengetahuan & Kembali Kepada Muhammadiyah

"Muhammadiyah pada masa sekarang ini berbeda dengan Muhammadiyah pada masa mendatang. Karena itu hendaklah warga muda-mudi Muhammadiyah hendaklah terus menjalani dan menempuh pendidikan serta menuntut ilmu pengetahuan (dan teknologi) di mana dan ke mana saja. Menjadilah dokter sesudah itu kembalilah kepada Muhammadiyah. Jadilah master, insinyur, dan (propesional) lalu kembalilah kepada Muhammadiyah sesudah itu."

KH. Ahmad Dahlan : Kutitipkan Muhammadiyah

KH. Ahmad Dahlan berkata:
"Mengingat keadaan tubuhku kiranya aku tidak lama lagi akan meninggalkan anak-anakku semua sedangkan aku tidak memiliki harta benda yang bisa kutinggalkan kepadamu. Aku hanya memiliki Muhammadiyah yang akan kuwariskan kepadamu sekalian."

"Karena itu, aku titipkan Muhammadiyah ini kepadamu sekalian dengan penuh harapan agar engkau sekalian mau memelihara dan menjaga Muhammadiyah itu dengan sepenuh hati agar Muhammadiyah bisa terus berkembang selamanya."

KH. Ahmad Dahlan : Kuberi Nama Muhammadiyah

"Usaha berjuang dan beramal tersebut aku lakukan dengan mendirikan persyarikatan yang aku beri nama Muhammadiyah. Dengan itu aku berharap kepada seluruh umat yang berjiwa Islam akan selalu tetap mencintai junjungan Nabi Muhammad dengan mengamalkan segala tuntunan dan perintahnya."

Khittah KH. Ahmad Dahlan

Tidak Menduakan Muhammadiyah dengan organisasi lain;
tidak dendam, tidak marah, dan tidak sakit hati jika dicela dan dikritik;
tidak sombang dan tidak berbesar hati jika menerima pujian;
tidak jubria (ujub, kikir, dan ria);
Mengorbankan harta benda, pikiran, dan tenaga dengan hati ikhlas dan murni;
bersungguh hati terhadap pendirian.

Kemunduran Ummat Menurut KH. Ahmad Dahlan

Menurut pendapat KH. Ahmad Dahlan, kemunduran umat Islam karena sebagian besar umat Islam terlalu jauh meninggalkan ajaran Islam. Selain itu disebabkan pula oleh kemerosotan akhlak sehingga penuh ketakutan seperti kambing dan tidak lagi memiliki keberanian seperti harimau. KH. Ahmad Dahlan berkata:
"Karena itu, aku terus memperbanyak amal dan berjuang bersama anak-anakku sekalian untuk menegakkan akhlak dan moral yang sudah bengkok. Kusadari bahwa menegakkan akhlak dan moral serta berbagai persoalan Islam yang sudah bengkok memang merupakan tugas berat dan sulit."

Lalu beliau melanjutkan:
"Namun demikian, jika kita terus bekerta dengan rajin disertai kesungguhan, kemauan keras, dan kesadaran tugas yang tinggi, maka insya Allah tuhan akan memberi jalan dan pertolongan-Nya akan segera tiba."

KH. Ahmad Dahlan : Jangan Tergesa-gesa Menyanggupi Suatu Tugas

KH. Ahmad Dahlan berkata :
"Hendaklah setiap warga Muhammadiyah jangan tergesa-gesa menyanggupi suatu tugas yang ditetapkan oleh sidang persyarikatan. Telitilah terlebih dahulu keputusan siding yang menetapkan engkau untuk melakukan suatu tugas apakah pemenuhan tugas itu bersamaan dengan tugas yang telah engkau sanggupi sebelumnya. Jika itu terjadi, hendaklah kau permudah memenuhi tugas dalam waktu yang tidak bersamaan dengan tugas lainnya, agar engkau tidak mudah mempermainkan keputusan sidang dengan hanya mengirimkan surat atau memberi tahu ketika mendapati waktu pemenuhan tugas itu bersamaan dengan tugas lainnya yang telah engkau snggupi sebelumnya."

KH. Ahmad Dahlan : Jangan Gampang Memperebutkan Tanah

KH. Ahmad Dahlan Berkata:
"Hendaklah engkau tidak gampang melibatkan diri dalam perebutan tanah sehingga bertengkar dan berselisih, apalagi bertengkar dan berselisih di muka pengadilan. Jika itu engkau lakukan, maka Allah akan menjauhkanmu memperoleh rejeki dari tuhan."

KH. Ahmad Dahlan : Dokter Untuk Kaum Perempuan

Suatu ketika, KH. Ahmad Dahlan bertanya kepada anak-anak muda perempuan Muhammadiyah, "Apakah kamu tidak malu jika auratmu dilihat kaum lelaki?" Anak-anak muda perempuan itu serentak menjawab bahwa mereka akan malu sekali jika hal itu terjadi. Kiai lalu berkata: "jika kau malu, mengapa jika kau sakit lalu pergi ke dokter laki-laki, apalagi ketika hendak melahirkan anak. Jika kau memang benar-benar malu, hendaknya kau terus belajar dan belajar dan jadilah dokter sehingga akan ada dokter perempuan untuk kaum perempuan!"

KH. Ahmad Dahlan : Anak Muda Muhammadiyah akan Tersebar Ke Seluruh Dunia

KH. Ahmad Dahlan Berkata:
"Di masa yang akan datang, anak-anak warga Muhammadiyah tidak hanya akan tersebar di seantero tanah air, tapi akan tersebar ke seluruh dunia. Penyebaran anak-anak muda Muhammadiyah tersebut juga bukan semata-mata karena tugas keilmuan, melainkan juga akibat hubungan perkawinan."

KH. Ahmad Dahlan : Alasan Tidak Memenuhi Tugas

KH. Ahmad Dahlan berkata:
"Jika engkau meminta izin tidak melakukan suatu pekerjaan yang telah ditetapkan oleh suatu keputusan sidang persyarikatan seperti untuk bertabligh, janganlah engkau meminta izin kepadaku, tapi memintalah izin kepada Tuhan dengan mengemukakan alasan-alasan. Beranikah engkau mempertanggungjawabkan tindakanmu itu kepada-Nya?"

"Jika engkau meminta izin tidak memenuhi tugas tersebut karena alasan tidak mampu, maka beruntunglah engkau! Aku akan mengajarkan kepadamu bagaimana memenuhi tugas tersebut. Tapi, jika engkau meminta izin tidak memenuhi tugas tersebut hanya karena sekedar enggan, maka tiadalah orang yang bisa mengatasi seseorang yang memang tidak mau memenuhi tugas. Janganlah persoalan rumah tangga dijadikan halangan memenuhi tugas kemasyarakatan!"

Antara Hisab dan Rukyah

“… barang siapa di antara kamu melihat anak bulan Ramadhan, maka hendaklah ia berpuasa di bulan itu …” Q.S. Al-Baqarah:185
 
Perbedaan metrode untuk menentukan awal bulan, baik itu awal ramadhan maupun awal syawal terjadi disebabkan perbedaan ijtihad dalam metode antara kaedah apakah awal bulan tersebut dilakukan dengan adanya  “ wujudul hilal”  ( adanya anak bulan-walaupun belum nampak dilihat tetapi ada dalam perhitungan ilmu falak ) atau metode   “imkanurrukyah “ ( kemungkinan nampaknya anak bulan- sehingga untuk nampaknya anak bulan diperlukan ketinggian dua derajat ). Perbedaan metode ini terjadi disebabkan perbedaan ijtihad dalam memahami nash dalil tentang melihat anak bulan, daripada nash alQuran dan hadis. Dalam al Quran disebutkan : “ Siapa diantara kamu yang menyaksikan anak bulan Ramadhan maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu “ ( QS. Al Baqarah : 285 ). Rasulullah juga bersabda  : “ Hendaklah kamu berpuasa karena melihat anak bulan, dan berbukalah kamu karena melihat anak bulan, dan jika langit mendung maka cukupkanlah tiga puluh hari “ ( riwayat Muslim.). Dalam hadis lain, riwayat Bukhari dan Muslim dinyatakan : “ Satu bulan itu mempunyai 29 malam, oleh itu jangan kamu mulakan puasa sehingga kamu melihat anak bulan. Jika cuaca pada malam itu mendung dan kamu tidak dapat melihat anak bulan, maka sempurnakanlah 30 hari bagi perhitungan untuk bulan sya’ban “.
 
Perbedaan terjadi akibat perbedaan dalam memahami kalimat “ melihat anak bulan “ dalam nash diatas, apakah melihat itu berarti melihat dengan mata kepala atau dengan teropong sehingga mensyaratkan ketinggian tertentu untuk dapat dilihat, ataukah kalimat “melihat “ itu juga diartikan sudah adanya anak bulan dengan perhitungan astronomi walaupun belum dapat dilihat oleh pandangan mata ?. Perbedaan pemahaman inilah yang mengakibatkan perbedaan  metode dalam menentukan anak bulan . Metode pertama melihat anak bulan dalam arti “  anak bulan dapat dilihat “. Melihat anak bulan diperlukan ketinggian derajat tertentu sehingga jika anak bulan tidak terlihat , seperti jika ada awan, atau belum sampai ke derjat yang terlihat, maka dianggap anak bulan belum nampak. Untuk itu maka perhitungan bulan hijriyah sebelumnya digenapkan menjadi tiga puluh hari. Metode kedua menyatakan bahwa “melihat anak bulan “ dalam arti “ sudah adanya bulan ( wujudul hilal ) “, sehingga jika bulan sudah ada, maka jatuhlah awal bulan, walaupun anak bulan  tidak terlihat disebabkan kurangnya ketinggian untuk sampai terlihat, tetapi dengan perhitungan ilmu astronomi, anak bulan sudah ada maka awal bulan dapat ditentukan dengan adanya anak bulan tersebut. Kelompok kedua ini berijtihad bahwa kalimat “ anak bulan dapat dilihat :, maksudnya adalah anak bulan sudah ada menurut perhitungan astronomi, walaupun tidak terlihat sebab terlihatnya bulan memerlukan syarat ketinggian tertentu.   
 
Perbedaan juga terjadi dengan perbedaan Matla ( tempat keluar anak bulan ). Bagi sebagian ulama, muncul anak bulan di suatu tempat di muka bumi ini, misalnya di Saudi Arabia, di Afrika, sudah dapat dijadikan patokan adanya bulan, walaupun di negeri lain tidak terlihat. Mazhab Hanafi menyatakan bahwa penduduk di negeri timur wajib berpuasa jika mendapat kepastian bahwa anak bulan kelihatan di negeri bahagian barat. Mazhab Maliki berpendapat bahwa apabila anak bulan kelihatan, puasa hendaklah ditunaikan di seluruh negeri baik itu negeri yang dekat atau jauh. Mazhab Hanbali menyatakan bahwa apabila telah tetaplah kelihatan anak bulan di satu tempat sama ada dekat atau jauh, maka semua orang wajib berpuasa dan bagi orang yang tidak melihatnya juga wajib berpuasa sebagaiman diwajibkan bagi orang yang telah melihat anak bulan tersebut.  Sedangkan bagi sebagian ulama lain seperti mazhab Syafii, menyatakan bahwa perbedaan Matla’ diambil kira, sebab nampak di suatu tempat, untuk hukum di tempat terbeut, dan tidak dapat berlaku bagi tempat yang belum nampak anak bulan. Pendapat ini berdasarkan bahwa waktu shalat juga berbeda dengan adanya matla’, sebab itu perbedaan menentukan awal bulan juga dibenarkan. Ulama Syafii mengatakan dibolehkan nya perbedaan tersebut berdasarkan hadis daripada sahabat Kuraib, menyatakan bahwa Ummu Fadl menghantarkannya menemui Muawiyah di negeri Syam ” Aku tiba di Syam dan menunaikan hajatnya sedangkan pemberitahuan anak bulan berkumandang di udara. Aku melihat anak bulan pada malam Jumat kemudian aku balik ke Madinah pada akhir bulan. Pada waktu itu aku ditanya oleh Ibnu Abbas tentang anak bulan. Kata Ibnu Abbas, ” Bilakah kamu melihat anak bulan ? ” Aku menjawab : ” Kami melihatnya pada malam Jumat ”. Ibnu Abbas bertanya lagi : ” Adakah engkau sendiri melihat anak bulan ? ”. Aku menjawab : ” Ya, dan orang lainpun melihatnya, mereka berpuasa dan Muawiyah juga berpuasa ”. Ibnu Abbas berkata : ” Kami disini melihat anak bulan pada malam Sabtu, oleh karena itu kami terus berpuasa hingga kami sempurnakan 30 hari atau hingga kami melihat anak bulan syawal ”. Aku bertanya lagi : ” Tidakkah memadai bagi kalian dengan terlihatnya anak bulan itu dan puasanya khalifah Muawiyah ”. Ibnu Abbas menjawab : ” Tidak, beginilah caranya Rasulullah saw menyuruh kami ”. ( Wahbah Zuhaili, Fiqul Islam wa adillatuhu, jilid 2 ).   Menurut hadis diatas, penduduk Syam dan khalifah Muawiyah menentukan awal bulan pada malam jum’at, dan mulai berpuasa pada hari jum’at, sedangkan penduduk madinah tidak melihat bulan sehingga mereka menyempurnakan bilangan bulan, dan mulai berpuasa pada harin sabtu, walaupun pada waktu itu madinah masih dibawah pemerintahan Muawiyah, yang beribukota di negeri Syam. Oleh sebab itu,  hadis ini menjadi dalil bahwa terlihatnya bulan d suatu negeri tidak dapat menjadi hukum bagi negeri yang lain, dan dalil bagi dibolehkannya berbeda dalam melihat anak bulan antara satu negeri dengan negeri yang lain. Kedua-duanya adalah sah dan tidak ada yang salah, sebab kedua-duanya melihat bulan dalam tempatnya masing-masing. Dalam Fiqih Islam, perbedaan tersebut tidak menjadi masalah, apakah itu perbedaan metodologi, ataupun perbedaan matla’, sebab kedua metodologi tersebut tetap mengacu kepada dalil yang sah berdasarkan nash yang kuat.
 
Perbedaan tersebut sudah terjadi sejak pada zaman sahabat sampai sekarang, demikian juga akan tetap terjadi perbedaan dimasa mendatang. Perkara yang utama, adalah sikap menghargai perbedaan masing-masing, sebab perbedaan metode ataupun perbedaan dalam matla’ tidak boleh menjadi sebab pertengkaran dan perpecahan. Sebagaimana telah dilakukan oleh sahabat terdahulu, perbedaan menentukan awal ramadhan bagi masyarakat Madinah, tidak menjadi persoalan yang dibesarkan oleh  khalifah Muawiyah dan masyarakat Syam, sebab mereka memahami bahwa perbedaan itu terjadi juga berdasarkan nash dari hadis nabi. Itulah sebabnya Ibnu Abbas berkata bahwa mereka melakukan puasa hari sabtu, sebab mereka tidak nampak bulan pada malam jumat, sedangkan bagi masyarakat Syam bulan sudah nampak pada malam jumat, sehingga mereka berpuasa pada hari jum’at. Masyarakat Syam tidak menyalahkan masyarakat madinah sebab mereka berpuasa di hari sabtu, sebab mereka memahami bulan tidak terlihat bagi masyarakat Madinah pada malam Jumat sehingga mereka menggenapkan bilangan sampai tiga puluh hari dan baru memulai puasa pada hari sabtu. Sikap yang diambil oleh masyarakat Madinah juga berdasarkan hadis ” jika cuaca mendung dan anak bulan tidak terlihat maka sempurnakanlah tiga puluh hari ”. Demikian juga masyarakat Madinah memahami sebab perbedaan masyarakat Syam karena mereka telah melihat bulan sesuai dengan hadis nabi ” berpuasalah kamu jika kamu melihat anak bulan ”. Kedua masyarakat tersebut perbeda dalam menentukan awal puasa, dan keduanya sama-sama berdasarkan nash hadis Rasulullah, sehingga Ibnu Abbas berkata : ” Demikianlah cara Rasulullah menyuruh kami ”.  Artinya kami berpuasa pada hari Sabtu tersebut sesuai dengan perintah Nabi, dan bagi masyarakat Syam mereka berpuasa pada hari jumat juga sesuai dngan perintah nabi. Sikap menghargai perbedaan tersebut merupakan sikap yang diperlukan pada hari ini. Masyarakat yang menentukan awal ramadhan dengan ” wujudul hilal ” yang biasanya dipakai oleh kelompok tertentu seperti ormas Muhamadiyah harus menghormati mereka yang menentukan awal ramadhan dengan metode ” imkanurukyah ” yang dipakai oleh kelompok lain. Demikian juga kelompok yang memakai ”imkanuukyah ” walaupun didukung oleh keputusan pemerintah dan mayoritas ormas Islam seperti Nahdatul Ulama, AlWashliyah, dan ormas lain  juga harus menghormati kelompok yang memakai metode ”wujudul hilal ”. Demikian juga kelompok yang mengikut awal ramadhan sesuai yang ditentukan oleh negara Arab karena memakai Matla yang satu sebagaimana dipakai oleh mazhab Hanafi, Maliki dan Hanbali juga harus menghormati mazhab Syafii yang akan menentukan awal ramadhan sesuai dengan perbedaan matla’. Demikian juga pengikut mazhab syafii hatus menghormati pengikut mazhab lain yang akan berpuasa mengikut dengan ketentuan puasa negeri yang lain. Sikap saling menghormati perbedaan dan pendapat inilah yang merupakan kunci persatuan umat. Marilah kita masuki bulan ramadhan dengan semangat ukhuwah dan persatuan bukan dengan mencari-cari kesalahan dan perbedaan. Fa’tabiru Ya Ulul albab.